
Jakarta, April- 2025 — Band pop rock asal Jepang, Ryokuoushoku Shakai, akhirnya menyapa para penggemarnya di Jakarta dalam sebuah konser yang bukan hanya menghibur, tapi juga menjadi jembatan lintas budaya. Band yang dikenal dengan singkatan Ryokushaka ini tampil penuh semangat dan intim dalam konser perdana mereka di Indonesia, menghadirkan momen emosional bagi ribuan penonton yang telah lama menantikan kehadiran mereka.
Band yang dibentuk pada 2012 ini dikenal lewat lagu-lagu seperti Mela!, Shout Baby, dan LITMUS, yang berhasil menembus jutaan pendengar di platform streaming global. Khususnya lagu Mela! yang telah diputar lebih dari 300 juta kali dan mendapat sertifikasi triple platinum di Jepang.
Persinggungan Budaya dalam Dentuman Musik
Kehadiran Ryokushaka di Jakarta tidak datang dalam ruang hampa. Indonesia adalah salah satu pasar terkuat budaya pop Jepang di Asia Tenggara. Berdasarkan data Japan Foundation (2023), sekitar 67 persen anak muda Indonesia usia 15-30 tahun mengaku pernah mengonsumsi konten budaya Jepang, baik dalam bentuk anime, manga, J-pop, maupun drama.
Fenomena ini tergambar jelas di konser malam itu. Di antara lautan penonton, banyak yang tampil mengenakan kaos band, membawa lightstick, bahkan tak sedikit yang melafalkan lirik-lirik lagu dalam bahasa Jepang.
“Saya belajar lirik Shout Baby dari anime My Hero Academia. Tapi setelah itu saya cari tahu lebih jauh soal band-nya, dan ternyata musik mereka bikin nagih,” ujar Tania Nurmala (23), mahasiswi dari Depok yang datang sejak siang hari demi menempati posisi depan.
Bagi Tania dan ribuan penggemar lainnya, konser ini menjadi pengalaman yang jauh lebih mendalam dibanding sekadar menonton video musik atau mendengar lagu dari playlist digital.
Jepang yang Ramah, Indonesia yang Ekspresif
Konser ini juga menjadi titik temu antara dua gaya berbeda dalam menikmati musik. Jika di Jepang penonton cenderung hening dan fokus, maka di Jakarta, mereka justru aktif, vokal, dan sangat ekspresif. Ryokushaka menyambut perbedaan ini dengan hangat.
“Jakarta, kalian penuh energi! Kami merasa seperti pulang ke rumah kedua,” ucap Haruko Nagaya, vokalis utama Ryokushaka, dalam bahasa Inggris bercampur bahasa Indonesia yang disambut riuh tepuk tangan.
Menurut Irwan Prasetyo, peneliti budaya pop dari Universitas Atma Jaya, konser ini menjadi contoh nyata dari cultural interaction yang sehat. “Ryokushaka tidak datang dengan misi mengubah identitas lokal, tapi justru membaur dan menghormati cara publik Indonesia mengekspresikan cinta pada musik mereka.”
Musik sebagai Medium Diplomasi Budaya
Konser Ryokushaka juga menunjukkan bagaimana musik dapat menjadi alat diplomasi budaya atau soft diplomacy. Pemerintah Jepang sendiri melalui lembaga seperti Japan Foundation dan JETRO kerap mendorong ekspor budaya sebagai bagian dari penguatan hubungan antarnegara.
“Konser ini membuktikan bahwa musik bisa jadi bahasa diplomasi yang jauh lebih efektif daripada perjanjian dagang,” ujar Arief Rahman, jurnalis musik yang lama mengamati tren J-pop di Asia Tenggara. “Ryokushaka memperlihatkan Jepang yang muda, terbuka, dan dekat dengan Asia.”
Penutup: Nada yang Menyatukan
Di tengah gegap gempita Jakarta, Ryokushaka tidak hanya menggelar konser—mereka menciptakan peristiwa budaya yang menggugah. Musik mereka menjadi resonansi dari jiwa muda yang lintas batas, lintas bahasa, dan lintas identitas nasional.
Dan malam itu, satu kota kembali membuktikan bahwa budaya tidak pernah statis. Ia tumbuh, menjelajah, dan menemukan rumah baru di hati para pendengarnya—dalam bahasa musik yang universal.