
By Ali Syarief
Cemburu adalah perasaan alami dalam setiap hubungan, termasuk dalam pernikahan. Namun, bagaimana seorang istri Jepang mengekspresikan kecemburuannya terhadap suaminya? Budaya Jepang yang cenderung menekankan kesopanan, harmoni, dan pengendalian emosi membuat cara mereka dalam mengekspresikan perasaan ini berbeda dari budaya lain. Alih-alih meluapkan emosi dengan ekspresi yang eksplosif, seorang istri Jepang sering kali menunjukkan kecemburuannya dengan cara yang lebih halus dan tidak langsung.
Budaya Kesopanan dan Pengendalian Diri
Di Jepang, mengungkapkan emosi secara langsung, terutama dalam bentuk kemarahan atau kecemburuan, sering dianggap kurang sopan atau bahkan tidak pantas. Oleh karena itu, seorang istri Jepang yang merasa cemburu mungkin tidak akan langsung mengungkapkan perasaannya dengan konfrontasi. Sebaliknya, mereka cenderung menggunakan komunikasi non-verbal seperti ekspresi wajah yang berubah dingin, bahasa tubuh yang kaku, atau perubahan sikap dalam interaksi sehari-hari. Sikap seperti ini sering disebut dengan istilah “tatemae” (建前), di mana seseorang menyembunyikan perasaan sebenarnya demi menjaga harmoni sosial.
Sindiran Halus sebagai Bentuk Ekspresi
Salah satu cara yang umum dilakukan istri Jepang untuk mengekspresikan kecemburuan adalah dengan menyampaikan sindiran halus (“tsundere” ツンデレ dalam budaya populer). Mereka mungkin akan berbicara dengan nada sedikit dingin atau menyindir dengan kalimat yang ambigu. Misalnya, jika suaminya sering pulang terlambat setelah bekerja atau berkumpul dengan kolega wanita, seorang istri Jepang mungkin akan berkata dengan nada bercanda tetapi bermakna, “Wah, sepertinya kamu lebih menikmati waktu dengan teman-temanmu daripada di rumah.”
Menjaga Jarak Secara Emosional
Cara lain yang digunakan adalah dengan mengambil jarak secara emosional. Jika seorang istri merasa cemburu, dia mungkin akan menjadi lebih pendiam, kurang responsif, atau tidak sehangat biasanya. Sikap ini dimaksudkan untuk membuat suaminya menyadari adanya perubahan dalam hubungan mereka dan mencari tahu penyebabnya. Dalam banyak kasus, suami yang sensitif akan memahami dan mencoba menebus kesalahannya dengan lebih memperhatikan istrinya.
Menggunakan Humor dan Sarkasme
Beberapa istri Jepang juga mengekspresikan kecemburuannya melalui humor atau sarkasme. Mereka mungkin berpura-pura tidak peduli tetapi sebenarnya sedang menyampaikan pesan tersembunyi. Misalnya, jika suaminya memuji wanita lain, seorang istri mungkin akan berkata, “Oh, mungkin aku harus mulai berdandan seperti dia supaya kamu juga memperhatikanku.” Pendekatan ini sering kali berkaitan dengan budaya “enryo” (遠慮), yakni kebiasaan menahan diri dan menyampaikan sesuatu secara tidak langsung.
Mengalihkan Perhatian ke Aktivitas Lain
Ketimbang konfrontasi langsung, beberapa istri Jepang memilih untuk mengalihkan perasaan cemburunya dengan menyibukkan diri dalam aktivitas lain, seperti bekerja, berkumpul dengan teman, atau menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak. Ini adalah cara untuk menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu bergantung pada perhatian suami dan memiliki kehidupan mereka sendiri.
Membatasi Interaksi dengan Suami
Jika kecemburuan mereka cukup besar, beberapa istri Jepang mungkin akan membatasi interaksi dengan suami untuk sementara waktu. Mereka bisa menjadi lebih cuek, jarang menghubungi, atau bahkan memilih untuk tidak berbicara banyak. Pendekatan ini bertujuan untuk memberi sinyal kepada suami bahwa ada sesuatu yang mengganggu hati mereka, mirip dengan konsep “mukuchi” (無口), di mana seseorang memilih diam sebagai bentuk komunikasi.
Kesimpulan
Berbeda dengan budaya lain yang lebih ekspresif dalam menunjukkan emosi, kecemburuan dalam pernikahan Jepang sering kali diekspresikan secara halus dan tidak langsung. Istri Jepang lebih cenderung menggunakan sindiran, humor, menjaga jarak emosional, atau bahkan mengalihkan perhatian mereka ke aktivitas lain sebagai bentuk reaksi atas rasa cemburu. Meskipun demikian, hubungan yang sehat tetap bergantung pada komunikasi yang baik. Oleh karena itu, meskipun mereka mungkin tidak selalu mengungkapkan perasaan mereka secara terbuka, memahami bahasa tubuh dan perubahan sikap pasangan menjadi kunci dalam menjaga keharmonisan dalam pernikahan di Jepang.